Jadikan Hidupmu hari ini lebih bermakna dari hari kemarin, dua hari kemarin, atau bahkan 100 hari kemarin, karna hari inilah hidupmu,dan kemarin adalah kenanganmu.......
RSS

Sindrom Ovarium Polikistik

  berawal dari haid. “Haid saya tidak pernah teratur dari sejak pertama kali haid kadang 2 bulan sekali, 4 bulan sekali bahkan pernah dalam 5 bulan saya tidak mendapat haid sama sekali. Saya tidak pernah tahu kapan saya akan haid. Dari pemeriksaan dokter didapatkan saya menderita tumor indung telur kanan dan dalam usia 20 tahun saya telah kehilangan indung telur kanan saya. Sesudah operasi gejala itu tidak membaik bahkan berat badan saya bertambah dengan cepat, rambut badan saya bertambah lebat dan tumbuh jenggot di dagu saya. Enam tahun  kemudian seorang endokrinolog akhirnya memastikan saya menderita sindrom ovarium polikistik.”


“Pada usia 9 tahun setengah indung telur kanan saya diangkat dan diangkat sisanya yang setengah lagi pada saat saya berusia 11 tahun. Dua tahun kemudian dua pertiga indung telur kiri saya menyusul diangkat. Dokter tidak pernah tahu apa penyakit saya, ia hanya bilang ada yang tidak beres dengan hormon saya. Bertahun-tahun saya tidak pernah tahu apa penyakit saya, hingga seorang dokter ahli kandungan akhirnya memastikan saya menderita sindrom ovarium polikistik. Sesudah menikah ternyata saya sulit hamil. Lima kali saya hamil namun semuanya selalu berakhir dengan keguguran, sedemikian lamanya saya menanti   hingga saya hampir yakin bahwa saya tidak akan pernah punya anak. Tahun 2002 saya berhasil hamil dan melahirkan setelah menanti selama 10 tahun…”

Polycystic Ovarian Syndrome atau lebih dikenal sebagai Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) belum setenar sindrom HIV/AIDS baik di kalangan medis maupun awam. Sedemikian tidak tenarnya hingga dalam Women’s Day Magazine 2001 sindrom ovarium polikistik termasuk dalam 12 penyakit yang sering tidak terdiagnosis oleh dokter. Namun akhir-akhir ini kemajuan di bidang kedokteran semakin memperlihatkan bahwa sindrom ini ternyata merupakan penyebab nomor satu infertilitas (kemandulan) yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dari ovarium, bahkan dalam jangka lebih panjang lagi sindrom yang terjadi karena kelainan metabolisme tubuh ini mampu memicu hadirnya  diabetes mellitus dan penyakit jantung pada penderitanya. Diperkirakan 5 – 10% wanita usia reproduksi dengan Penyakit Ovarium Polikistik berlanjut dengan gejala yang lengkap sebagai Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK).1 Diperkirakan 5 juta wanita di Amerika mengidap sindrom ini. Di Indonesia jumlah penderitanya diperkirakan sekitar 8 juta walaupun tidak ada data pasti yang mendukung karena sedikitnya wanita yang memeriksakan diri.2 Gejala sindrom ini begitu tersembunyi bahkan cenderung diabaikan oleh banyak wanita sehingga banyak yang pada akhirnya tidak terdiagnosis dan timbul sebagai kemandulan, kista indung telur yang berulang, penyakit diabetes mellitus atau penyakit jantung kronik.
  

Definisi Sindrom Ovarium Polikistik

Penyebab pasti dari sindrom ovarium polikistik belum dapat diketahui selain kelainan endokrin yang berhubungan dengan hiperandrogenemia dan anovulasi kronik. Namun dalam beberapa waktu semakin jelas terlihat bahwa sindrom ovarium polikistik tidak hanya sekedar sebuah kelainan tunggal yang bermanifestasi pada hiperandrogenemia tapi juga erat hubungannya dengan gangguan metabolisme badan dalam bentuk resistensi insulin. Definisi yang luas diterima adalah kumpulan gejala dan tanda yang terjadi akibat hiperandrogenisme dan gangguan ovulasi tanpa disertai adanya kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau neoplasma yang mensekresi androgen.3  Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional dan hirsutisme.3 

 

Apakah saya bisa hamil ?

Kemandulan bukanlah hal yang mudah diterima bagi setiap pasangan yang sudah menikah. Terlebih jika dalam pemeriksaan lebih lanjut ternyata diketahui salah satu pihak mengalami penyakit tertentu yang mengganggu proses reproduksinya. Selain berdampak pada kebahagiaan rumah tangga jika hal ini tidak diterima dengan bijaksana maka akan mengakibatkan pihak yang mengalami penyakit merasa sangat tertekan, tidak hanya dari pasangannya namun juga dari lingkungan sekitarnya. Kemandulan adalah gejala yang sering dialami wanita yang didiagnosis memiliki sindrom ovarium polikistik.
Dalam sebuah penelitian di luar negeri didapatkan tujuh dari sepuluh wanita yang mengalami infertilitas karena gangguan ovulasi ternyata mengidap sindrom ovarium polikistik. Angka ini cukup memberikan gambaran bahwa sindrom ovarium polikistik merupakan salah satu penyebab utama kemandulan (infertilitas).
Banyak hal yang mengakibatkan penderita sindrom ovarium polikistik ini terpaksa menanti si kecil lebih lama antara lain karena penderita sindrom ovarium polikistik mengalami gangguan keseimbangan hormon berupa peningkatan hormon Luteinizing Hormon (LH) yang menetap sehingga mencegah terjadinya ovulasi (pengeluaran sel telur) dari indung telur.Kadar LH yang meningkat menyebabkan sel teka yang aktif menghasilkan androgen dalam bentuk androstenedion dan testosteron. Keadaan hiperandrogenik ini menyebabkan lingkungan internal folikel bersifat dominan androgen sehingga tidak dapat berkembang dan menjadi atresia. Dalam pemeriksaan laboratorium dapat dilihat dengan rasio LH/FSH > 2,5. 5  Ketidakseimbangan hormon ini jugalah yang mengakibatkan mudahnya penderita sindrom ovarium polikistik yang berhasil hamil mengalami keguguran dan tidak jarang keguguran ini terjadi berulang. Sehingga tidak jarang penderita sindrom ovarium polikistik ini mengalami depresi berat, selain karena tekanan lingkungan budaya Indonesia yang masih mengutamakan keturunan dalam sebuah pernikahan, sehingga kemandulan adalah aib bagi seorang wanita, juga karena ancaman keguguran terhadap kehamilan yang diperolehnya dengan perjuangan yang membutuhkan waktu lama, biaya yang tidak sedikit dan cara yang tidak mudah.
Penderita sindrom ovarium polikistik juga cenderung memiliki kadar hormon pria (androgen) yang tinggi dalam darahnya dibandingkan wanita normal dan ini memberikan gejala berupa tampilan fisik yang menyerupai pria seperti tumbuhnya rambut di tempat-tempat yang lazimnya dimiliki pria seperti jenggot, rambut di daerah perut, rambut di daerah dada atau tumbuhnya rambut yang begitu lebat.3
Selain ketidakteraturan haid, gejala sindrom ovarium polikistik nampak begitu tersembunyi. Dengan gejala yang tidak begitu jelas seringkali sindrom ini baru ditemukan setelah seorang wanita menikah dan lama tidak kunjung dikaruniai si kecil. Pada remaja wanita yang sedang puber hal ini lebih sulit lagi dideteksi karena pada usia puber tersebut hormon reproduksi mereka belum stabil sehingga ketidakteraturan haid sering dianggap suatu hal yang lumrah oleh para orang tua. Beberapa keluhan lain yang mungkin timbul adalah ketika sang putri merasa malu menjadi manusia bulu karena banyaknya rambut yang tumbuh di badannya, lebat seperti pria, namun sekali lagi ini pun hal yang sering dianggap lumrah oleh orang tua sehingga pencukuran rambut, pemakaian obat pelepas rambut pun menjadi pilihan utama.
Satu hal penting yang bisa dijadikan pegangan oleh para orang tua adalah siklus haid remaja memang belum seteratur wanita dewasa, namun siklus ini akan perlahan menjadi stabil dalam waktu  satu sampai dua tahun sesudah haid pertama. Dengan demikian ketika seorang putri mengeluh haidnya belum teratur atau bahkan sampai beberapa bulan tidak haid sama sekali satu atau dua tahun sesudah haid pertamanya maka ini bisa menjadi tanda-tanda orang tua untuk waspada bahwa putrinya menderita sindrom ovarium polikistik.

Rentan diabetes mellitus dan penyakit jantung

Tidaklah mudah bagi penderita sindrom ovarium polikistik menghadapi penyakitnya. Ketika ditemukan pada usia remaja membuat remaja tersebut mengalami gangguan pada self esteem  karena kelainan tampilan fisiknya seperti jerawat yang berlebih dan tidak hilang, atau rambut tumbuhnya yang lebat seperti pria. Jika ditemukan pada wanita yang sudah menikah maka beban timbul karena kemandulan yang dialaminya dan ternyata tidak hanya sekedar kemandulan namun mereka juga terancam dari penyakit-penyakit yang berat di kemudian harinya.
Kelainan utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh terhadap kadar insulin yang normal. Kelainan yang sama diidap oleh sebagian besar penderita diabetes mellitus. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas bekerja lebih keras menghasilkan insulin sehingga kadar insulin dalam darah begitu tinggi sementara kadar gula yang tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita penderita sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes mellitus tiga kali lebih besar daripada wanita normal.6,7
Tidak hanya diabetes mellitus, sebuah penelitian menyatakan bahwa wanita penderita sindrom ovarium polikistik  memiliki resiko mengalami penyakit jantung dan komplikasinya 7 kali lebih banyak dari wanita normal.5 Salah satu contoh adalah pada penyempitan pembuluh darah jantung sebagai salah satu penyebab utama serangan jantung. Adanya penyempitan lazim diperiksa dengan melihat kadar simpanan kalsium pada pembuluh darah jantung. Empat dari sepuluh wanita penderita sindrom ovarium polikistik memiliki kadar simpanan kalsium yang tinggi pada pembuluh darah jantungnya sementara pada wanita sehat hanya satu  dari sepuluh wanita yang memiliki kadar simpanan kalsium yang tinggi di dalam pembuluh darah jantungnya.7 Wanita penderita sindrom ovarium polikistik dengan gejala anovulasi, hiperandrogenisme dan resistensi insulin memiliki gambaran faktor risiko penyakit jantung yang sama dengan pria seperti penurunan kadar total HDL dan HDL2 dan peningkatan kadar trigliserida, kadar kolesterol total dan kadar LDL puasa.9,10,11  Kondisi ini memudahkan seorang wanita dengan sindrom ovarium polikistik mengalami penyempitan pembuluh darah jantung bahkan sumbatan pembuluh darah.
Sebuah studi di Amerika ingin mencari hubungan antara sindrom ovarium polikistik dengan faktor risiko penyakit jantung. Dari penelitian yang melibatkan wanita normal dan penderita sindrom ovarium polikistik ditemukan bahwa penderita sindrom ovarium polikistik memiliki peningkatan kadar androgen, kadar insulin puasa dan gambaran profil lipid yang terbalik jika dibandingkan wanita normal.12
 Gambaran yang sama juga ditemukan pada 143 pasien yang menjalani angiografi koroner di sebuah rumah sakit pendidikan dan ditemukan sindrom ovarium polikistik pada 40% pasien dengan peningkatan kadar trigliserida dan C-peptide serta penurunan kadar LDL. Bahkan wanita dengan sindrom ovarium polikistik cenderung memiliki penyakit pembuluh koroner yang lebih luas dibandingkan wanita normal seusianya.13
Beberapa penelitian lainnya menyimpulkan  wanita penderita sindrom ovarium polikistik memiliki resiko terkena hipertensi tiga kali lebih besar daripada wanita normal dan memiliki resiko terkena serangan jantung (infark miokard) tujuh kali lebih banyak daripada wanita normal dengan usia yang sama.6
Hal yang paling penting dari semua penelitian di atas adalah wanita yang menderita sindrom ovarium polikistik memiliki resiko terkena penyakit jantung atau menderita serangan jantung pada usia yang jauh lebih muda dibandingkan wanita normal. Hal ini tentu akan merubah gambaran umum penderita penyakit jantung wanita karena umumnya wanita mengalami resiko terkena penyakit jantung sesudah menopause akibat perubahan hormon di dalam tubuhnya, namun penderita sindrom ovarium polikistik memiliki ancaman terkena penyakit jantung lebih awal bahkan jauh sebelum usia menopause karena kelainannya. Jika diagnosis sindrom ovarium polikistik tidak ditemukan seawal mungkin maka akan lebih banyak lagi wanita yang menderita penyakit jantung atau terkena serangan jantung pada usia yang masih muda.

Ikhtiar Terapi

Diam-diam menghanyutkan adalah gambaran tepat untuk sindrom ini. Gejalanya terkadang tidak begitu jelas, kalaupun ada sangat sering dianggap lumrah oleh banyak orang. Namun ternyata dampak jauhnya terhadap kualitas reproduksi wanita yang ditandai dengan kemampuan untuk hamil, terhadap kesehatannya terutama ancaman diabetes mellitus dan penyakit jantung ternyata sangat sulit dihadapi. Satu hal lagi, hingga sekarang penyebab pasti sindrom ovarium polikistik belum diketahui sehingga obat pasti yang mampu menyembuhkan penyakit inipun belum ada sehingga ada anggapan bahwa sindrom ini tidak akan pernah sembuh walaupun bisa dikendalikan.
Optimisme adalah hal yang harus hadir pada setiap penderita sindrom ini karena dunia kedokteran telah menemukan banyak kemajuan dalam upaya pengobatannya dan dapat digunakan sebagai salah satu ikhtiar untuk mengendalikan sindrom ini. Gejala sindrom ovarium polikistik yang sangat bervariasi dan mengenai seluruh tubuh membuat pengobatan yang akan dijalankan penderita adalah pengobatan yang menyeluruh terhadap semua gejala yang dideritanya.
Pengobatan ditekankan pada 2 hal yang umum timbul pada penderita sindrom ovarium polikistik yaitu terapi gangguan proses reproduksi (infertilitas, anovulasi kronik dan hirsutisme) serta terapi jangka panjang yang mengutamakan pada sequelae kelainan metaboliknya.3
Secara umum tujuan terapi pada pasien sindrom ovarium polikistik adalah mengurangi produksi dan kadar androgen dalam sirkulasi darah, melindungi endometrium dari efek unopposed estrogen, perubahan gaya hidup untuk menurunkan berat badan, menghindari efek hiperinsulinemia terhadap risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus, induksi ovulasi untuk mendapatkan kehamilan.14
Pengobatan terhadap infertilitas akibat gangguan ovulasi terdiri dari bermacam-macam modalitas. Cara konvensional yang paling sering dilakukan adalah induksi ovulasi dengan preparat anti estrogen clomiphene citrate. Preparat lain yang juga sering digunakan termasuk preparat gonadotropin (Human Menopausal Gonadotropin).  Cara bedah untuk memicu ovulasi seperti tusukan elektrokauter pada ovarium (TEKO)/ovarian drilling dengan laparoskopi juga mulai banyak digunakan karena diperkirakan angka keberhasilan untuk hamil lebih tinggi dibandingkan dengan terapi konvensional.5 Semua modalitas ini dikerjakan di bawah pengawasan dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau konsultan fertilitas. Bahkan sekarang mulai banyak rumah sakit bersalin atau rumah sakit ibu anak yang juga mengkhususkan penanganan terhadap kemandulan ini dengan terapi yang lebih intensif.
Penanganan hiperandrogenisme dilakukan dengan pemberian anti androgen. Di Eropa, cyproterone acetate merupakan preparat yang paling sering digunakan dan jika dikombinasi dengan etinil estradiol menjadi obat kontrasepsi yang dapat digunakan pada penderita sindrom ovarium polikistik yang tidak menginginkan kehamilan. Preparat spironolactone juga merupakan anti androgen namun lebih sering digunakan di Amerika.
Resistensi insulin yang menjadi dasar kelainan sindrom ovarium polikistik diterapi dengan insulin sensitisizing agent seperti metformin. Beberapa penelitian menyatakan metformin efektif untuk mengendalikan gangguan metabolik karena resistensi insulin dan memperbaiki siklus menstruasi dan ovulasi.15
Yang tidak kalah penting adalah merubah gaya hidup. Sebuah penelitian di Amerika menemukan bahwa penderita sindrom ini cenderung menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah terjadi obesitas (kegemukan).16 Banyak penelitian telah membuktikan bahwa penurunan berat badan, diet dan olah raga dapat memperbaiki banyak aspek pada pasien sindrom ovarium polikistik baik sensitivitas insulin, penurunan kadar androgen maupun tikbulnya menstruasi spontan dan reguler. Bahkan efek ini sudah dapat terlihat mulai dari penurunan berat badan sebesar 5% dari berat awal.5   Namun menurunkan berat badan pada penderita sindrom ini tidak semudah orang biasa. Ia harus membatasi makanan agar lemak yang akan disimpan dipaksa dipakai, dan juga harus mengkonsumsi diet rendah karbohidrat dan tinggi protein yang teratur. Asosiasi Jantung Amerika merekomendasikan olahraga selama tiga puluh menit minimal empat kali dalam seminggu dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung. Selain itu mulailah mengatur makanan sehari-hari dengan memilih makanan yang memiliki susunan karbohidrat yang sederhana, mengurangi konsumsi daging, mengurangi makanan dengan kolesterol tinggi seperti kulit ayam, kuning telur, daging berlemak. Tambahkan menu serat dalam makanan sehari-hari dan mengurangi proses penggorengan pada makanan.
Terakhir lakukanlah check-up secara teratur terhadap berat badan, tekanan darah, kadar kolesterol darah, kadar gula darah, kadar hormon reproduksi minimal enam bulan sekali serta konsultasikanlah dengan dokter yang memahami benar masalah sindrom ini terutama ahli endokrinologi atau ahli fertilitas kebidanan kandungan sehingga penanganan akan dilakukan secara lebih menyeluruh.

Masyarakat pun bisa menolong..

Sindrom ovarium polikistik belum setenar sindrom HIV/AIDS, namun melihat dampak yang ditimbulkannya terhadap kualitas reproduksi dan kualitas kesehatan seorang wanita, seringnya gejala penyakit ini diabaikan karena ketidaktahuan masyarakat, seringnya penyakit ini tidak terdiagnosis oleh dokter menjadikan sindrom ovarium polikistik salah satu silent killer bagi wanita.
Ketidaktahuan ini akan mengakibatkan banyak penderita sindrom ovarium polikistik yang meninggal bukan karena penyakit sindrom ovarium polikistik namun karena komplikasi lanjut penyakit ini, karena diabetes mellitus yang tidak terkontrol, karena hipertensi yang tidak diketahui sebabnya bahkan karena penyakit jantung koroner atau penyakit jantung kronik lainnya.
Kita harus bersyukur jika pengetahuan ini tidak kita gunakan untuk kita sendiri karena kita tidak mengidap sindrom ini, namun pengetahuan ini akan sangat berarti untuk saudara, keponakan, adik, ibu, tante kita yang mungkin adalah salah satu penderitanya. Bantuan informasi dan dukungan akan sangat membantu para penderita sindrom ovarium polikistik menghadapi penyakitnya. Sehingga perasaan menanti itu tidak akan terlalu lama untuk mereka..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment